Menuju Skenario Keempat
Pilar, 17 Februari - 2 Maret 1999



Setelah Paket UU Politik - tentang Partai Politik, Pemilihan Umum, dan Susunan Kedudukan MPR/DPR/DPRD - disahkan, langkah menuju Pemilu 1999 tinggal tersisa satu setengah ayunan lagi. Setengah langkah sisa adalah langkah penyiapan hukum pemilu (electoral law) berupa petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis untuk setiap tahap Pemilu 1999. Menurut catatan sementara, ada lebih dari 80 pokok soal yang harus diatur dalam kerangka ini. Satu langkah sisa lagi adalah proses pemilu (electoral process) berupa tahap demi tahap pelaksanaan Pemilu 1999 hingga terbentuknya DPR/DPRD baru.

Keberhasilan menjalani satu setengah langkah sisa itu akan menentukan seberapa jauh target-target demokratis dari Pemilu 1999 - yakni terperbaikinya legitimasi pemerintahan, terbentuknya pemerintahan representatif, tegaknya prinsip akuntabilitas publik dalam mekanisme politik baru, dan lebih tegaknya kedaulatan rakyat - bisa tercapai. Selain itu, ada satu faktor lain yang juga akan ikut menentukan keberhasilan pencapaian target-target demokratis, yakni kemampuan mengelola kekerasan politik.

Membayangkan Pemilu 1999 tampaknya bisa dilakukan dengan mempertimbangkan empat kemungkinan skenario. Skenario Pertama: Persiapan pemilu gagal dilaksanakan sehingga proses pelaksanaan Pemilu dengan sendirinya tidak bisa dilaksanakan. Legitimasi pemerintahan akan hancur total. Kekerasan politik pun makin berkembang tanpa bisa terkelola. Inilah skenario terburuk yang bisa dibayangkan. Mengingat tak adanya alternatif jalan keluar selain pemilu, maka menghindari skenario ini merupakan agenda besar Indonesia.

Skenario Kedua:  Persiapan pemilu berhasil dilakukan dengan relatif baik, tetapi proses pelaksanaan pemilu berjalan sambil mengidap cacat-cacat politik sebagaimana halnya pemilu-pemilu Orde  Baru sehingga hasil pemilu tidak akseptabel, dan pemilu pun tidak bisa dioptimalisasikan untuk mendongkrak legitimasi pemerintahan. Kekerasan politik akan tetap berkembang tanpa terkelola.

Skenario Ketiga: Persiapan pemilu berhasil dilakukan dengan relatif baik, proses pemilu berjalan dengan relatif demokratis sehingga hasil pemilu relatif akseptabel. Proyek perbaikan legitimasi pemerintahan pun relatif berhasil. Namun demikian, pemerintahan baru tidak bisa memperbaiki pengelolaan kekerasan politik di tengah masyarakat. Dengan demikian, pemerintahan baru hasil pemilu masih membutuhkan waktu yang panjang untuk memperbaiki edektivitas pemerintahan dalam membawa Indonesia keluar dari krisis politik (dan ekonomi).

Skenario Keempat: Persiapan pemilu berhasil dilakukan dengan relatif baik, proses pemilu berhasil dijalankan dengan relatif demokratis sehingga hasil-hasilnya relatif akseptabel. Pemerintahan mengalami perbaikan legitimasi secara signifikan. Selain itu, pemerintahan berhasil mengelola kekerasan politik sehingga cukup efektif membawa Indonesia keluar dari krisis politik (dan ekonomi).

Skenario pertama niscaya membawa politik Indonesia ke arah kehancuran. Letupan-letupan kekerasan politik berbasis massa akan terjadi di mana-mana. Variabel sosial dibalik letupan sosial itu kemudian bertemu dengan variabel politik ekses kegagalan pemilu. Anarkisme akan menjadi ciri umum di tengah masyarakat dan membuka peluang bagi pengetatan pengendalian politik melalui institusi militer. Rekonsolidasi otoritarianisme niscaya bakal terjadi. Bahkan, rekonsolidasi itu bisa mengarah ke otoritarianisme primitif yang mengandalkan kekerasan sebagai instrumen stabilisasi -- sebagaimana pernah terjadi dalam satu setengah dekade awal Orde Baru.

Skenario kedua berimplikasi hampir serupa. Hanya saja, skenario ini memberi sedikit kepercayaan diri kepada penguasa baru pasca-Pemilu untuk tetap duduk dalam kekuasaaan atas landasan legitimasi formal- sebagaimana Golkar di masa lampau. Namun bisa diduga bahwa pemerintah akan berhadapan dengan gelombang oposisi yang sangat besar. Kekuasaan baru menjadi sangat rentan. Instabilitas yang berkepanjangan bisa membawa Indonesia pada situasi darurat. Jebakan rekonsolidasi otoritarianisme pun tersedia di baliknya.

Adalah skenario ketiga dan keempat yang memungkinkan Indonesia benar-benar menjalani transisi dari otoritarianisme ke arah demokrasi - dengan catatan pemerintahan hasil Pemilu 1999 benar-benar mengoprimalkan peranannya sebagai pemerintahan transisional sebagaimana pernah ditunjukkan pemerintahan Cory Aquino  di Filipina. Dan alangkah indahnya jika skenario keempat yang kemudian terwujud: Pemilu 1999 menjadi pemilu yang relatif demokratis dengan kekerasan politik seminimal mungkin sehingga bisa membangun pemerintahan baru yang efektif.

Dalam konteks itu, selain mendorong - dengan keterlibatan publik dan oposisi yang terus-menerus siaga - Pemilu 1999 menjadi pemilu yang sedemokratis mungkin, kampanye dan gerakan antikekerasan merupakan agenda lain yang tersedia saat ini. Dan setiap orang Indonesia seyogianya tidak memakai “logika penonton” dalam agenda itu. Setiap orang Indonesia adalah pelaku.

Jakarta, 9 Februari 1999